‘Peringatan datang lima menit sebelum serangan’ – Kesaksian warga Gaza ketika permukiman berubah jadi puing-puing

4 min read

'Peringatan datang lima menit sebelum serangan' - Kesaksian warga Gaza ketika permukiman berubah jadi puing-puing

‘Peringatan datang lima menit sebelum serangan’ – Kesaksian warga Gaza ketika permukiman berubah jadi puing-puing

Dalam sekejap mata, blok rumah susun Al Zahra yang berada di pusat Jalur Gaza berubah dari kawasan permukiman menjadi tumpukan puing.

Israel menghancurkan setidaknya 25 rumah susun melalui serangan udara yang menargetkan sebuah permukiman yang cukup tenang dan makmur.

Seorang perempuan yang kehilangan rumahnya, Umm Salim al-Saafin, menangis pilu saat memberi tahu saya bahwa tentara Israel memerintahkan mereka untuk meninggalkan rumah pada Kamis (19/10) pukul 20.30.

Israel, kata dia, menjatuhkan bom di kawasan itu dari jam 9 malam hingga jam 7 pagi keesokan harinya.

Di gedung rumah susun perempuan itu terdapat 20 unit tempat tinggal, masing-masing ditempati satu keluarga. Mereka kini tidak memiliki tempat lainnya untuk bertahan hidup.

“Kami adalah warga sipil yang hidup damai di rumah kami, mengapa Israel mengebom kami? Apa yang telah kami lakukan?” kata perempuan lain dari permukiman itu, Umm Mohammed, yang juga kehilangan rumahnya.

Operasi Israel menargetkan bangunan rumah susun di Al Zahra menyebabkan sekitar 5.000 orang kehilangan tempat tinggal. Serangan militer itu meningkatkan jumlah warga Gaza yang kini mengungsi hingga mencapai ratusan ribu orang.

Lebih jauh tentang konflik Israel dan Hamas:

“Ini adalah genosida,” kata Abu Rami, salah satu warga lokal yang kehilangan tempat tinggal.

Dia berkata, beberapa keluarga tidak mengungsi setelah peringatan Israel dan akhirnya terkubur di bawah reruntuhan.

Mustahil untuk menemukan jenazah atau bahkan mencari korban selamat di kawasan itu karena ambulans dan tim darurat lainnya tidak bisa mengakses lokasi tersebut. Tim medis juga tidak memiliki peralatan yang diperlukan.

“Semua yang kami miliki hilang,” kata warga Al Zahra yang kembali ke rumah susun itu untuk memeriksa kehancuran tempat tinggalnya dan mencari barang-barang yang tersisa di antara puing-puing.

Mereka mengumpulkan beberapa pakaian dan membungkusnya dengan sprei. Mereka pergi membawa beberapa bantal, kasur dan selimut.

Namun perburuan harta benda itu harus dihentikan. Ketika BBC masih berada di permukiman tersebut, seorang warga berkata bahwa dia menerima telepon dari tentara Israel yang memerintahkan orang-orang untuk pergi.

Dia mendapatkan informasi bahwa tentara Israel akan menghancurkan salah satu blok rumah susun yang tersisa. Akibatnya, evakuasi di daerah itu harus segera dilakukan.

BBC meminta otoritas militer Israel, IDF, untuk memberikan pernyataan mengenai apa yang secara spesifik mereka sasar dalam serangan udara di Al Zahra.

IDF menyatakan, mereka “merespons secara tegas kekuatan militer dan administratif Hamas”. Operasi udara itu, kata mereka, adalah respons terhadap apa yang Israel anggap sebagai “serangan biadab” Hamas.

Dalam klaim Israel, operasi itu “berbeda dengan serangan Hamas terhadap pria, wanita dan anak-anak Israel” dan bahwa “IDF mengikuti hukum internasional dan mengambil tindakan pencegahan untuk mengurangi kerugian sipil”.

Permukiman Al Zahra dibangun pada akhir tahun 1990an di atas tanah kosong.

Mantan Presiden Palestina, Yasser Arafat, memerintahkan pembangunan tersebut untuk mencegah perluasan pemukiman Nitzarim, yang berbatasan dengan kota dari utara.

Bangunan dan jalan permukiman itu tampak relatif modern. Sekitar 60 blok pemukiman menampung hingga sepuluh ribu penduduk.

Berbagai bangungan itu juga merupakan kantor lembaga-lembaga publik, universitas, dan sekolah.

Hamzah, seorang warga Al Zahra, bercerita bahwa permukiman itu terletak jauh dari operasi militer baru-baru ini.

Al Zahra pun belum pernah menjadi sasaran pada perang sebelumnya. Rasa aman ini menjadikan Al Zahra sebagai tempat berlindung bagi para pengungsi dari daerah lain.

Ketika konflik bersenjata dimulai baru-baru ini, warga Al-Zahra membuka rumah mereka untuk kerabat mereka.

Setiap unit rumah susun dapat menampung dua keluarga atau lebih. Ketika blok tersebut hancur, warga dan tamunya kehilangan tempat berlindung.

Bahkan mereka yang rumahnya tidak menjadi sasaran tidak dapat kembali karena takut dibom kapan pun.

Hamzah, yang tinggal bersama kerabatnya, menggambarkan situasi tersebut sebagai “bencana kemanusiaan”.

“Peringatan datang lima menit sebelum serangan,” ujarnya kepada BBC.

Baca Juga : okewla

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours